Terima Kasih Mah...
Seiring usia ku
bertambah, mamah tak lagi mendongengi tentang kelinci favorit ku waktu aku
kecil. Tetapi tetap ada unsur cerita, tapi kini kami lebih banyak berdiskusi.
Tentang banyak hal, impian, masa lalu, juga harapan. Jika menemukan topik yang
asyik, kami tak ubahnya dua sahabat yang larut dalam obrolan seru.
“Kenapa mamah tidak bekerja?” tanya
suatu malam sambil menatap langit-langit kamar. Bertiga bersama naura, kami
tidur bersebelahan. Hampir selalu begitu sejak anak-anak mamah masih bayi.
Papah yang memiliki jam kerja sore hingga malam, tidak memiliki banyak
kesempatan untuk meninabobokan aku dan naura.
“Karena mamah lebih memilih untuk memiliki banyak waktu untuk mba
sasha dan de naura,” jawab mamah sambil tersenyum. Aku menoleh ke arah mamah sambil tersenyum.
Wajahnya berbinar. Inilah ekspresi ku jika tertarik dengan sebuah topik, seolah
menyiratkan pesan, ayo, lanjutkan
ceritanya mah.
“Dulu mamah pernah melamar kerja dan
diterima, waktu mbak sasha masih umur 3 tahun”. Mamah pun mulai berkisah
tentang “dongeng” di masa lalu. “Tapi karena kerjanya dari jam 7 pagi sampai
jam 3 sore, mamah tidak mau. Nanti pas mba sasha bangun engga ada mamah. Waktu
mba sasha sarapan, juga gak ada mamah, mamah enggak bisa antar mba sasha ke
sekolah. Mamah sedih kalo enggak bisa temani mba sasha”.
“Tapi aku kan
sekarang sudah besar, mah?”
“Tapi de naura
kan, masih kecil? Kalau mamah kerja dek naura nanti sama pembantu, mba sasha
memperbolehkan?”
Sebelumnya kami telah diskusi tentang
lebih dan kurangnya jika anak-anak diasuh pembantu. “Aku enggak mau ah mah, de
naura diasuh oleh pembantu,” jawabnya cepat.
“Mamah juga, makannya mamah sementara
waktu engga bekerja supaya bisa selalu temani mbak sasha dan de naura dari pagi
sampai malam”.
Sasha terdiam.
“Terima kasih mah,” kata ku kemudiam sambil tersenyum. Mamah terharu.
“Kalau saja kamu tidak menahanku disini,
mungkin aku sudah mengelilingi 1/3 dunia mah” gumam papah disuatu kesempatan.
“Menahanmu? Bukankah aku selalu memotivasimu untuk mencoba banyak hal baru
diluar sana?” tanya mamah lugu.
Papah hanya
tersenyum. “Terima kasih sudah tidak bekerja ya mah, Terima kasih sudah selalu
ada untuk kami,” kata papah.
Mamah hanya tersenyum dan berucap denga
lembut “Tak apa aku belum mengunjungi 1/3 dunia, ketika yang lain telah
menjelajahi separuh bahkan seluruhnya. Aku bahagia disini, bersamamu, bersama
anak-anak. Bersama kalian duniaku terasa utuh”.
0 komentar:
Posting Komentar